Berbicara mengenai aspek pajak perusahaan pelayaran, tak jarang sengketa perpajakan muncul lantaran masih kurangnya pemahaman dalam sistem perpakakan yang dikenakan atas perusahaan pelayaran dalam negeri.
Aturan
mengenai hal ini lebih lanjut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
417/KMK.04/1996 tentang norma penghitungan khusus penghasilan neto bagi wajib
pajak perusahaan pelayaran dalam negeri.
Subjek pajak
dari PPh Pasal 15 ini adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan
kapal yang didaftarkan, baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan
kapal pihak lain.
Wajib pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang
diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh
karena itu penghasilan yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi penghasilan
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapal dari:
Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan
lain di Indonesia,
Pelabuhan di Indonesia keluar
pelabuhan Indonesia,
Pelabuhan di luar Indonesia ke
pelabuhan di Indonesia, dan
Pelabuhan di luar Indonesia ke
pelabuhan lain di luar Indonesia.
Apabila
wajib pajak melakukan kegiatan jasa angkut (perusahaan pelayaran yang
beroperasi sendiri mencari muatan, pada trayek yang tetap dan melayani secara
tetap dengan freight tertentu) dan jasa sewa (meyewakan kapal)
maka wajib pajak hanya menghitung PPh atas jasa angkutnya saja karena
penghasilan dari jasa sewa telah dipotong oleh pihak lain.
Penghasilan
neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebesar 4%
dari peredaran bruto. Besarnya tarif pajak untuk perusahaan pelayaran
dalam negeri adalah 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Baca Juga: Jasa SPT Tahunan PPh Badan
Pelunasan
PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut:
Dalam hal penghasilan diperoleh
berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut
wajib:
memotong PPh yang terutang
pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti,
memberikan bukti pemotongan
pph atas penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri (final) kepada
pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan,
menyetor PPh yang terutang ke
bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya 10 bulan
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan
melaporkan pemotongan dan
penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan.
Dalam hal penghasilan diperoleh
selain sebagaimana dimaksud di atas, maka wajib pajak perusahaan pelayaran
dalam negeri wajib:
menyetor PPh yang terutang ke
bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya tanggal 15
bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan,
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)Final, dan
melaporkan penyetoran yang
dilakukan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah
bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.
Berikutnya pembahasan mengenai PPh Pasal 15 akan
dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pajak atas perusahaan penerbangan dalam
negeri.
Penghasilan
uang diterima dari usaha pekerjaan, kegiatan atau jasa
(Uang
pendaftaran, uang pangkal, uang seleksi penerimaan peserta pendidikan, uang
pembangunan gedung, uang SPP, uang SKS, Uang ujian, uang kursus, uang seminar,
penghasilan dari kontrak kerja, penghasilan lain terkait jasa penyelenggaraan
pendidikan).
Bunga
deposito, obligasi dan bunga lainnya.
Sewa
dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
Keuntungan
dari pengalihan harta (termasuk yang berasal dari sumbangan/hibah).
BUKAN
OBJEK PAJAK
Bantuan
atau sumbangan.
Harta
hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan
keagamaan/ badan pendidikan atau badan sosial.
Deviden
atau bagian laba yang diterima yayasan yang sejenis dari penyertaan modal pada
usaha.
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal,
penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
Menurut situs Dirjen Pajak, umumnya penghasilan jenis
ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang menerima
penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak
pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan
melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.
Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga
menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No.
141/PMK.03/2015.
Pembayaran, Pelaporan dan Bukti
Potong PPh Pasal 23
Berikut ini ketentuan pembayaran, pelaporan dan bukti potong
PPh Pasal 23.
Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID billing terlebih dahulu, lalu
membayarnya melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak online
di OnlinePajak, dll) yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Jatuh
tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak
penghasilan 23.
Bukti Potong PPh Pasal 23
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak
pemotong harus memberikan bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi
kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut dan bukti potong (rangkap ke-2) pada
saat melakukan e-Filing pajak PPh
23 di OnlinePajak.
Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara
mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu bisa melaporkannya melalui fitur
lapor pajak online atau efiling gratis di OnlinePajak. Jatuh tempo pelaporan
adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh
Pasal 23 dilakukan secara terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut bisa
dilakukan dengan satu aplikasi OnlinePajak yang terintegrasi, mudah,
otomatis dan lebih cepat. Baik Anda membuat laporan PPh 23 di OnlinePajak
atau menggunakan file CSV PPh 23 dari aplikasi
e-SPT, lalu mengimpornya untuk efiling pajak gratis di
OnlinePajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan pelaporan dan
pembayarannya tepat waktu
Tarif PPh 23 dan Objek PPh Pasal 23
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan
pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh 23 tersebut.
Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh Pasal 23 :
1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
Dividen,
kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan
royalti;
Hadiah
dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain
yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya
adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
141/PMK.03/2015 danefektif mulai berlaku pada tanggal 24
Agustus 2015.
5. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100%
lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
6. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, tidak termasuk:
Pembayaran
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia
tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan
kontrak dengan pengguna jasa;
Pembayaran
atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
Pembayaran
kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan
kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga
disertai dengan perjanjian tertulis);
Pembayaran
penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada
pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang
telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:
Penghasilan
yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
Penghasilan
yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang
bersifat final.
Lihat penjelasan lebih lanjut di tautan berikut ini mengenai
jasa lain objek PPh 23.
62 Jenis Objek PPh 23
Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga
menjadi 62 jenis jasa lainnya seperti yang tercantum dalam PMK No.
141/PMK.03/2015. Berikut ini adalah daftar lengkap objek PPh Pasal 23, tarif
dan cara buat hitung, setor dan e-filing yang mudah, cepat, aman dan gratis!
Berikut ini adalahdaftar objek pph 23 jasa
lainnya tersebut:
Penilai
(appraisal);
Aktuaris;
Akuntansi,
pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
Hukum;
Arsitektur;
Perencanaan
kota dan arsitektur landscape;
Perancang
(design);
Pengeboran
(drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas)
kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
Penunjang
di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
Penambangan
dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan
gas bumi (migas);
Penunjang
di bidang penerbangan dan bandar udara;
Penebangan
hutan;
Pengolahan
limbah;
Penyedia
tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
Perantara
dan/atau keagenan;
Bidang
perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek,
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek
Indonesia (KPEI);
Kustodian/penyimpanan/penitipan,
kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
Instalasi/pemasangan
mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
Perawatan/perbaikan/pemeliharaan
mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
Perawatan
kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
Maklon;
Penyelidikan
dan keamanan;
Penyelenggara
kegiatan atau event organizer;
Penyediaan
tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
Pembasmian
hama;
Kebersihan
atau cleaning service;
Sedot
septic tank;
Pemeliharaan
kolam;
Katering
atau tata boga;
Freight
forwarding;
Logistik;
Pengurusan
dokumen;
Pengepakan;
Loading dan unloading;
Laboratorium
dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi
pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
Pengelolaan
parkir;
Penyondiran
tanah;
Penyiapan
dan/atau pengolahan lahan;
Pembibitan
dan/atau penanaman bibit;
Pemeliharaan
tanaman;
Permanenan;
Pengolahan
hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
Dekorasi;
Pencetakan/penerbitan;
Penerjemahan;
Pengangkutan/ekspedisi
kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
Pelayanan
pelabuhan;
Pengangkutan
melalui jalur pipa;
Pengelolaan
penitipan anak;
Pelatihan
dan/atau kursus;
Pengiriman
dan pengisian uang ke ATM;
Sertifikasi;
Survey;
Tester;
Jasa
selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah).
Pihak Pemotong PPh Pasal 23 dan
Pihak yang Dikenakan PPh Pasal 23
Tidak semua
pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut
hanya mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:
1. Pihak pemotong PPh Pasal 23:
Badan
pemerintah;
Subjek
pajak badan dalam negeri;
Penyelenggara
kegiatan;
Bentuk
Usaha Tetap (BUT);
Perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya;
Wajib
pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal
Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
Wajib
pajak dalam negeri;
Bentuk
Usaha Tetap (BUT)
Pengecualian PPh 23
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas:
Penghasilan
yang dibayar atau berulang kepada bank;
Sewa
yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
Dividen
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat:
Dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan;
Bagi
perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
Bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma
dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
SHU
koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
Penghasilan
yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Kesimpulan
Pajak Penghasilan Pasal 23
Pemerintah telah menambahkan objek PPh Pasal 23 menjadi 62 jenis jasa lainnya dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.040/2015.
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Tarif PPh 23 ada dua yaitu 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya.
Ada 5 manfaat buat setor dan efiling PPh 23 di OnlinePajak, yaitu:
Telah disahkan DJP.
Cepat dan mudah (perhitungannya otomatis dan akurat).
Terintegrasi. Hitung, setor dan lapor pajak online PPh 23 dilakukan dalam satu aplikasi terpadu.
Gratis untuk buat ID billing, setor pajak online dan e-Filing PPh 23.
Sedia jasa pengiriman bukti potong pajak.
Anda butuh Informasi Mengenai Konsultan Pajak dapat langsung Hubungi Tim EM Tax Consultant – 085782955311
Nilai kurs pajak tersebut digunakan sebagai dasar pelunasan
bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang
mewah, bea keluar, dan pajak penghasilan.
Kurs pajak mingguan yang berlaku dari tanggal 12 Desember
2018 sampai dengan tanggal 18 Desember 2018 sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor: 51/KM.10/2018 tanggal 11 Desember 2018.
Untuk mata uang asing yang tidak tercantum dalam keputusan
ini, maka untuk menghitung dasar pelunasan adalah dengan menggunakan kurs spot
mata uang asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap Dolar Amerika
Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan dengan
nilai kurs pajak untuk mata uang Dolar Amerika Serikat pada keputusan ini.
Kurs pajak mingguan yang berlaku dari tanggal 5 Desember 2018 sampai dengan tanggal 11 Desember 2018 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 50/KM.10/2018 tanggal 4 Desember 2018.
Nilai kurs pajak tersebut digunakan sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea keluar, dan pajak penghasilan.
Untuk mata uang asing yang tidak tercantum dalam keputusan ini, maka untuk menghitung dasar pelunasan adalah dengan menggunakan kurs spot mata uang asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap Dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan dengan nilai kurs pajak untuk mata uang Dolar Amerika Serikat pada keputusan ini.
eFiling Pajak merupakan aplikasi pelayanan pajak yang menyediakan sistem pelaporan SPT Pajak Tahunan secara online melalui situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Jika Anda ingin menggunakan aplikasi efiling Pajak ini, sebelumnya Anda diwajibkan memiliki nomor e-FIN yang bisa Anda peroleh di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dimana NPWP Anda terdaftar.
Setelah Anda mendapatkan nomor e-FIN, lakukan registrasi pendaftaran akun DJP Online melalui sistus ; djponline.pajak.go.id, dengan cara memasukkan nomor NPWP dan E-FIN.
Sebagai informasi batas akhir penyampaian SPT Tahunan untuk Wajib Pajak (WP) Pribadi atas penghasilan yang diperoleh selama Tahun 2016 akan berakhir pada Tanggal 31 Maret 2017.
Untuk lebih jelasnya prosedur lapor SPT Tahunan untuk Wajib Pajak (WP) Pribadi bisa Anda lihat pada gambar infografis berikut ini :
Bagi Anda yang ingin melaporkan SPT Tahunan, ada beberapa jenis SPT elektronik yang bisa Anda pilih, jangan sampai salah dalam memilih jenis SPT Tahunan atau tidak sesuai dengan data diri Anda, adapun jenis Formulir SPT tersebut adalah:
1. Formulir SPT 1770 S ;
Apabila Anda memiliki penghasilan bruto lebih dari Rp. 60 juta pertahun, diperoleh dari satu atau lebih pemberi kerja, dan memperoleh penghasilan lainnya bukan dari usaha atau pekerjaan bebas; Berikut ini : Cara Lapor SPT Pajak Online via Formulir 1770 S
2.Formulir SPT 1770 SS ;
Apabila Anda memiliki penghasilan bruto lebih kecil dari Rp. 60 juta pertahun, diperoleh hanya dari satu pemberi kerja, dan memperoleh penghasilan lainnya bukan dari usaha atau pekerjaan bebas; akan dijelaskan pada artikel ini ;
Formulir SPT 1770,
Apabila Anda Pengusaha atau pemilik pekerjaan bebas seperti : Dokter, Pengacara, Konsultan, Notaris, Akuntan, Arsitektur
Cara mengisi Formulir SPT 1770 ini anda harus terlebih dahulu harus mengisi SPT secara manual : berikut ini Anda bisa mendownload Formulir SPT 1770, Formatnya dalam bentuk PDF dengan penjumlahan nilai secara otomatis, dan nilai PTKP sesuai dengan yang berlaku saat ini.
Namun jika Anda ingin lapor SPT 1770 secara online, DJP hanya menerima upload Formulir SPT 1770 yang dibuat menggunakan aplikasi e-SPT dari Ditjen Pajak.
Seperti yang telah disebutkan di awal, ada 3 tahapan jika Anda ingin lapor SPT melalui aplikasi DJP Online antara lain ;
Permohonan Electronic Filing Identification Number (e-FIN);
Proses Pendaftaran Akun DJP Online;
Lapor SPT Tahuan via efiling Pajak;
Cara Lapor SPT Tahunan Pribadi via Efiling Pajak – Formulir 1770 SS
Sebelum Anda mengisi Formulir ini sebaiknya siapkan terlebih dahulu bukti potong PPh 1771-A1 dan 1771-A2 (Formulir bukti pemotongan gaji rutin Anda atas Pajak Penghasilan PPh 21), dari Bendahara Perusahaan.
Berikut cara lapor SPT Tahunan untuk WP Pribadi dengan penghasilan dibawah 60 juta per Tahun, Formulir yang digunakan adalah 1770SS :
Setelah Anda memiliki Akun di DJP Online, Login kembali ke situs DJP Online melalui: https://djponline.pajak.go.id/ , masukkan nomor NPWP, Password Login Anda, masukkan kode captcha, klik tombol login;
Untuk mengisi SPT Tahunan, klik tombol e-Filing;
Klik tombol buat SPT;
Setelah itu muncul formulir seperti dibawah ini; jawablah seluruh pertanyaan seperti gambar berikut, setelah itu akan otomatis muncul tombol SPT 1770 SS dan klik tombol tersebut;
Masukkan Tahun Pajak 2016, dan pilihlah status normal, jika Anda baru pertama kali mengisi SPT Pajak Tahun 2016;
Isian berupa data penghasilan dan Penghasilan Tidak Kena Pajak, Isilah data Bagian A, mengenai data Pajak Penghasilan, sesuai dengan Formulir Bukti Potong 1771-A1 dan 1771-A2; Berikut referensi tarif PTKP 2016
Isian bagian B, mengenai penghasilan yang dikenakan PPh Final contohnya penghasilan dari bunga tabungan dan deposito, pajak undian berhadiah, pesangon, pendapatan atas sewa menyewa tanah atau bangunan, penerimaan deviden, pendapatan jual beli saham di bursa efek, jika tidak ada penghasilan dari kegiatan tersebut kosongkan saja nilainya, dan klik tombol lanjutkan;
Kolom isian C, mengenai jumlah seluruh harta dan kewajiban yang Anda miliki pada saat akhir tahun pajak bersangkutan;
Kolom isian D, adalah pernyataan dari Anda bahwa data yang telah Anda masukkan adalah benar dan menyanggupi sanksi hukum sesuai perundangan yang berlaku; pilihlah tanda centang kotak setuju, dan klik tombol berikutnya;
Klik tanda sini berwana orange, untuk meminta kode verifikasi;
Pilihlah email untuk menerima media pengiriman kode tersebut; dan klik oke;
Periksa email masuk dari efiling@pajak.go.id, catat atau copy nomor Kode Verifikasi tersebut;
Masukkan Kode tersebut pada kolom verifikasi, dan klik kirim SPT;
Jika berhasil Anda akan dibawa ke halaman seperti dibawah ini; Anda bisa melihat atau mencetak SPT yang telah Anda buat;
Periksa kembali email dari efiling pajak, bukti penerimaan bahwa Anda telah Lapor SPT Pajak Tahunan secara elektronik telah berhasil, seperti gambar dibawah ini;
Demikian tutorial mengenai pengisian SPT Tahunan Pribadi 1770 SS , semoga Tahun ini Anda bisa melaporkan SPT Tahunan secara online melalui situs DJP Online.
Dengan adanya Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan maka akan berpengaruh pada PPh pasal 21 pada iuran BPJS Ketenagakerjaan ataupun BPJS Kesehatan,pemerintah memang mewajibkan setiap pemberi kerja untuk mendaftarkan seluruh pegawainya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Untuk dapat mengikuti BPJS Kesehatan, setiap peserta wajib membayar iuran premi kepada BPJS Kesehatan. Besarnya iuran premi tergantung pada fasilitas kesehatan yang nantinya akan diakses oleh peserta.
Iuran BPJS adalah salah satu komponen dalam perhitungan PPh pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh karyawan. Banyak pemotong yang melakukan kesalahan saat mengklasifikasikan iuran BPJS sebagai pengurang/penambah penghasilan bruto, baik iuran tersebut dibayar oleh pemberi kerja ataupun dibayar sendiri oleh karyawan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf N UU PPh, premi asuransi merupakan objek PPh. Dengan demikian, atas pembayaran iuran premi BPJS Kesehatan, baik yang ditanggung oleh perusahaan maupun yang dibayar sendiri oleh pegawai, merupakan objek PPh pasal 21. Apabila pembayaran iuran premi ditanggung oleh perusahaan maka merupakan objek PPh pasal 21 dan dapat dibiayakan oleh perusahaan, akan tetapi apabila dibayar sendiri oleh pegawai iuran premi tersebut tetap menjadi objek PPh pasal 21; akan tetapi tidak boleh menjadi pengurang dalam penghitungan PPh pasal 21 pegawai.
Kemudian, apabila suatu saat pegawai tersebut mengklaim dan menerima manfaat atas fasilitas kesehatan yang diaksesnya dari BPJS Kesehatan, maka penerimaan manfaat tersebut bukanlah objek PPh pasal 21. Sementara, atas iuran premi BPJS Kesehatan yang dibayar oleh perusahaan, boleh menjadi biaya secara fiskal.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2016 Tentang Pajak Penghasilan Atas Program Jaminan Sosial Yang Diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PJ/2016, pada pasal 5 ayat 1 huruf C dan I berbunyi, penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja; penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, merupakan penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan/PPh pasal 26. Dan dalam pasal 8 menyebutkan bahwa yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja, dan atas penghasilan tersebut digunakan sebagai pengurang seluruh penghasilan bruto.
Sehingga dapat dikategorikan bahwa Premi yang dibayarkan dalam BPJS, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
aspek pph 21 pada kenaikan iuran bpjs
Bantuan Iuran bagi peserta yang berhak menerima dikecualikan dari objek pajak penghasilan. Iuran yang dibayaran peserta kepada BPJS Kesehatan untuk program Jaminan Kesehatan: dan atau BPJS Ketenagakerjaan untuk Program Jaminan Kecelakaan dan atau program jaminan kematian tidak dapat dibiayakan oleh peserta dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terhutang. Iuran yang dibayarkan Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun dapat dibiayakan oleh Peserta dalam menghitung pajak penghasilan terutangnya
Dengan demikian, dari penjabaran di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Premi BPJS Kesehatan, Premi JKK, JKM dapat ditambahkan dalam perhitungan bruto penghasilan apabila ditanggung oleh pemberi kerja, dan Iuran JHT, Tunjangan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Iuran Pensiun tidak dapat menambah perhitungan penghasilan bruto walaupun ditanggung oleh pemberi kerja. Dan kategori Premi BPJS yang dapat mengurangi penghasilan bruto adalah apabila premi tersebut dibayarkan oleh karyawan, yaitu Iuran JHT, Tunjangan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Iuran Pensiun akan tetapi premi BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh karyawan tidak dapat mengurangi penghasilan bruto.
Untuk Informasi Perhitungan PPh 21 Selengkapnya bisa segera hubungi EM Tax Consultant
Mekanisme Permohonan Pengurangan Pajak, PPh Pasal 25 dapat dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari atau meminimalkan potensi terjadinya kelebihan bayar PPh akibat pelunasan PPh yang dilakukan selama tahun berjalan melalui mekanisme pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak ketiga/lawan transaksi dengan memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftar. Pada artikel berikut akan diuraikan mengenai cara menghindari kelebihan pembayaran PPh pada akhir tahun dengan mengajukan permohonan untuk mendapatkan pengurangan penyetoran PPh Pasal 25 selama tahun berjalan apabila pembayaran PPh Pasal 25 ini diperkirakan akan menyebabkan terjadinya kelebihan bayar PPh.
Mekanisme Permohonan Pengurangan Pajak, PPh Pasal 25 terdapat dalam Ketentuan Pasal 7 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 yang harus disetor (angsuran PPh di tahun berjalan), apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, ternyata Wajib Pajak mengalami penurunan penghasilan yang akan diperoleh dalam tahun berjalan dibandingkan dengan tahun pajak sebelumnya dan Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25.
Wajib Pajak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pengurangan PPh Pasal 25
Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 meliputi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak dapat menunjukkan terjadinya penurunan Pajak Penghasilan sehingga PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25.
Sebagaimana kita ketahui bahwa PPh terutang yang menjadi dasar untuk penghitungan besarnya PPh Pasal 25 pada tahun berjalan adalah PPh terutang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak sebelumnya (tahun pajak terakhir).
Sebagai ilustrasi, PT ABC pada tahun pajak 2013 memperoleh penghasilan dengan PPh terutang adalah sebesar Rp 300.000.000. Besarnya PPh yang telah disetorkan dan yang dipotong oleh pihak ketiga selama tahun 2013 (yang dapat dijadikan sebagai kredit pajak pengurang PPh terutang) terdiri dari:
PPh Pasal 25 yang disetor sendiri sebesar Rp 210.000.000.
PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang dipotong oleh pihak ketiga sebesar Rp 60.000.000.
Sehingga PPh Pasal 29 yang harus disetorkan sebelum pelaporan SPT Tahunan PPh Badan adalah sebesar Rp 30.000.000. Asumsi bahwa PPh Pasal 25 yang disetor setiap bulannya untuk periode Januari 2014 s.d. Maret 2014 adalah Rp 15.000.000 per bulan mengikuti setoran pada bulan Desember 2013.
Berdasarkan data SPT Tahunan PPh Badan tahun 2013, maka selama tahun 2014, mulai masa April 2014 sampai dengan Desember 2014 harus menyetorkan PPh Pasal 25 dengan besarnya setiap bulan adalah:
PPh Terutang tahun 2013 yang menjadi dasar perhitungan Rp 300.000.000
( – ) Kredit Pajak yang dipotong pihak ketiga (PPh Pasal 22, 23) Rp 60.000.000
PPh yang menjadi dasar perhitungan PPh Pasal 25 Rp 240.000.000
PPh Pasal 25 setiap bulannya dari April 2014 s.d. Desember 2014 Rp 240.000.000 : 12 bulan Rp 20.000.000
Pada akhir bulan Juli 2014 diketahui bahwa penghasilan yang diterima oleh PT ABC akan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan penghasilan pada tahun 2013 dan berdasarkan realisasi penghasilan yang diperoleh selama semester I tahun 2014 serta proyeksi penghasilan yang akan diterima pada semester II tahun 2014 diketahui bahwa besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk seluruh penghasilan yang diterima/akan diterima di tahun 2014 hanya mencapai Rp 210.000.000 dan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang dipotong oleh pihak ketiga diproyeksikan sebesar Rp 60.000.000.
Penentuan Besarnya Penurunan PPh Terutang Bagi Wajib Pajak Yang Berhak Mengajukan Permohonan Pengurangan PPh Pasal 25
Berdasarkan ilustrasi kasus di atas, maka penurunan PPh terutang berdasarkan proyeksi perhitungan tahun 2014 ini harus kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25 tahun 2014 supaya Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25.
PPh yang terutang yang dijadikan sebagai dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25 tahun 2014 bagi PT ABC adalah dari PPh yang terutang di SPT Tahunan PPh Tahun 2013 yaitu sebesar Rp 300.000.000. Dengan demikian, maka nilai 75% dari PPh Terutang tahun 2013 adalah sebesar Rp 225.000.000 (=Rp 300.000.000 x 75%). Karena berdasarkan proyeksi, besarnya PPh terutang yang akan diperoleh PT ABC di tahun 2014 adalah sebesar Rp 210.000.000 atau kurang dari 75% dari PPh yang terutang tahun 2013 yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25, maka PT ABC berhak untuk mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25.
Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 secara tertulis tentang besarnya PPh Pasal 25 yang diminta yang disertai dengan:
-penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan realisasi penghasilan yang telah diterima hingga saat pengajuan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 ditambah dengan proyeksi besarnya PPh yang akan terutang atas penghasilan yang akan diperoleh sejak pengajuan permohonan hingga akhir tahun pajak.
Perhitungan PPh Pasal 25 setelah pengurangan berdasarkan perhitungan dan proyeksi PPh terutang dalam tahun berjalan.
Serta dokumen-dokumen yang dapat mendukung terhadap proyeksi pengurangan penghasilan selama tahun berjalan.
Jangka Waktu Proses Permohonan Pengurangan PPh Pasal 25 oleh Kantor Pelayanan Pajak
Permohonan pengurangan PPh Pasal 25 ini harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat domisili Wajib Pajak tersebut terdaftar. Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan keputusan atas permohonan pengurangan PPh Pasal 25 ini paling lama satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan ini. Apabila jangka waktu bagi Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk memberikan keputusan atas permohonan pengurangan PPh Pasal 25 ini telah terlewat dan belum diberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
Wajib Pajak yang memperoleh persetujuan pengurangan PPh Pasal 25, maka pembayaran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan (hingga bulan Desember) setelah persetujua permohonan terbit adalah sesuai dengan nilai pengurangan PPh Pasal 25 yang telah mendapatkna persetujuan tersebut.
Jasa in House Training Pajak Jakarta – Training atau pelatihan perpajakan dapat dilakukan secara “in house training” yaitu pelatihan karyawan/SDM perusahaan, lembaga, instansi, maupun bentuk badan usaha lainnya agar menghasilkan tenaga kerja yang lebih berkualitas khususnya di bidang perpajakan. SDM berkualitas akan membantu menjalankan bisnis perusahaan secara benar dan bahkan hal ini menjadi salah satu faktor penentu bagi kesuksesan usaha Anda. Sebagai perusahaan yang wajib membayar pajak, memiliki staff yang ahli di bidang pajak akan sangat diperlukan. Dengan adanya jasa pelatihan pajak ini diharapkan perusahaan memiliki staff-staff yang terampil khususnya dalam bidang perpajakan diserta dengan pengetahuan yang tinggi tentang sistem pajak yang berlaku.
EM Tax Consulting merupakan Konsultan Pajak di Jakarta yang menyediakan Jasa in house Training Pajak Jakarta untuk perusahaan, pemerintah, institut pendidikan atau kelompok yang menginginkan suber daya manusianya mendapatkan pelatihan secara khusus dengan metode, tujuan dan tema yang terarah. Training ini sangat di perlukan untuk membangun dan memaksimalkan potensi yang ada pada setiap individu.
Beberapa keuntungan yang didapat dari in house training pajak jakarta ini adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kemampuan perpajakan staff yang bekerja di bidang akunting, perpajakan.
Memberikan aspek penting untuk pengelolaan pajak yang baik dan benar.
Melatih karyawan dalam pengambilan keputusan yang tepat di bidang perpajakan serta keuangan.
Meningkatkan kesadaran dengan pendalaman isu-isu penting yang sedang terjadi seperti persoalan transfer pricing, amandemen aturan pajak, maupun kebijakan perpajakan lainnya.
Memberikan dasar-dasar alur atau prosedur perpajakan dan juga integrasi sistem perpajakan perusahaan, dsb.
Jasa In House Training yang di berikan oleh EM Tax Consulting akan di kemas dengan suasana yang bisa membuat fresh sehingga menjadi ajang hiburan buat para peserta, Dan setelah training selesai peserta akan merasa lebih enjoy dengan membawa ide – ide baru untuk pengembangan perusahaaan.
EM Tax Consulting menghadirkan trainer yang memang berpengalaman di bidangnya, Sehingga masalah yang mungkin ada pada perusahaan anda akan mendapatkan solusi yang tepat.