
Pajak Warisan mengapa Banyak orang bertanya-tanya, apakah harta warisan kena pajak? Pertanyaan ini wajar muncul mengingat kerumitan aturan perpajakan di Indonesia. Memahami dasar hukum dan kewajiban pajak yang mungkin timbul saat mengurus warisan sangat penting untuk menghindari masalah di kemudian hari.
Artikel ini akan mengupas tuntas status pajak harta warisan, mulai dari dasar hukum yang mengatur, jenis-jenis pajak yang relevan, cara pelaporannya, hingga langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengurusnya dengan lancar.
Dasar Hukum: Warisan Bukan Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat (3), harta yang diterima oleh ahli waris berupa warisan dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
Ini berarti, jika Anda menerima harta seperti uang tunai, properti, kendaraan, atau aset lainnya dari pewaris, Anda tidak dikenakan PPh atas perolehan harta tersebut. Kebijakan ini berbeda dengan hibah (pemberian dari orang yang masih hidup), yang pada dasarnya merupakan objek PPh kecuali diberikan kepada pihak tertentu seperti keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat atau badan keagamaan.
Warisan hanya dapat diterima setelah pemilik aset meninggal dunia, sedangkan hibah diberikan saat pemberi hibah masih hidup. Proses warisan juga sering kali lebih rumit dan melibatkan prosedur hukum, sementara hibah cenderung lebih sederhana.
Jenis-Jenis Pajak yang Timbul dari Pengurusan Warisan
Meskipun harta warisan itu sendiri tidak dikenakan PPh, ada beberapa kewajiban pajak lain yang harus dipenuhi ahli waris, terutama jika warisan berupa aset tidak bergerak seperti tanah dan bangunan.
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pajak ini wajib dibayar saat proses balik nama sertifikat tanah dan bangunan dari nama pewaris ke nama ahli waris di Kantor Pertanahan.
Besaran BPHTB umumnya adalah 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). NPOPKP dihitung dengan rumus:
NPOPKP = Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) – Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Untuk perolehan hak karena warisan, ada ketentuan khusus yang meringankan beban pajak:
BPHTB yang terutang hanya sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
Nilai NPOPTKP untuk warisan ditetapkan paling sedikit Rp300 juta, jauh lebih besar dari NPOPTKP pada transaksi jual beli biasa yang umumnya Rp80 juta.
Contoh Perhitungan BPHTB Warisan:
NPOP (Nilai Pasar/NJOP) rumah warisan: Rp800.000.000
NPOPTKP (asumsi): Rp300.000.000
NPOPKP: Rp800.000.000 – Rp300.000.000 = Rp500.000.000
BPHTB Seharusnya Terutang: 5% × Rp500.000.000 = Rp25.000.000
BPHTB yang Wajib Dibayar: 50% × Rp25.000.000 = Rp12.500.000
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Setelah sertifikat tanah dan bangunan balik nama, ahli waris wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya. PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan/atau bangunan.
3. PPh atas Penjualan Harta Warisan
Jika ahli waris memutuskan untuk menjual harta warisan berupa tanah atau bangunan, akan timbul kewajiban membayar PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak. Tarif PPh Final ini umumnya sebesar
2,5% dari nilai transaksi.
Namun, PPh Final ini dapat dibebaskan jika ahli waris mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat ahli waris terdaftar. Permohonan SKB harus diajukan oleh ahli waris menggunakan NPWP milik sendiri dan dilengkapi dengan surat pernyataan pembagian waris. Keputusan atas pengajuan SKB biasanya diberikan dalam jangka waktu tiga hari kerja.
Pelaporan Harta Warisan di SPT Tahunan
Meskipun warisan tidak kena PPh, ahli waris tetap wajib mencatatnya sebagai bagian dari harta di SPT Tahunan Orang Pribadi. Ini penting untuk menjaga validitas data dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan menghindari pertanyaan di kemudian hari.
Harta warisan dilaporkan pada Daftar Harta di lampiran SPT, dengan mencantumkan rincian seperti nama harta, tahun perolehan, dan nilai perolehan. Untuk harta tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, nilai yang dilaporkan adalah
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ringkasan Kewajiban Pajak Harta Warisan
Jenis Pajak Objek Kewajiban Keterangan Penting Pajak Penghasilan (PPh)Warisan itu sendiri Tidak Dikenakan PPh Dikecualikan dari objek PPh sesuai UU PPh Pasal 4 ayat (3). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)Pengalihan hak atas tanah/bangunanWajib Dibayar Diskon 50% untuk warisan. NPOPTKP lebih tinggi (min. Rp300 juta). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Kepemilikan tanah/bangunanWajib Dibayar Tahunan Dibayarkan setiap tahun setelah sertifikat balik nama.PPh Final (Pasal 4 ayat 2)Penjualan harta warisanWajib Dibayar (umumnya) Bisa dibebaskan dengan mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB).
Peran Konsultan Pajak
Proses pengurusan warisan bisa menjadi rumit, terutama bagi mereka yang awam dengan hukum dan perpajakan. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi sangat krusial. Seorang konsultan pajak dapat:
Membantu menghitung BPHTB dengan benar, termasuk penerapan diskon 50% dan NPOPTKP khusus warisan.
Menyusun laporan SPT sesuai aturan, memastikan semua harta warisan tercatat dengan tepat.
Mendampingi pengajuan SKB untuk membebaskan PPh Final atas penjualan harta warisan.
Memberikan strategi agar beban pajak lebih efisien dan memastikan kepatuhan hukum.
Dengan pendampingan profesional, proses pengurusan warisan dapat berjalan lebih cepat, tepat, dan tanpa risiko sanksi administrasi.
Kesimpulan
Jadi, apakah harta warisan kena pajak? Jawabannya adalah tidak kena Pajak Penghasilan, tetapi ahli waris memiliki kewajiban pajak lain, seperti BPHTB (yang mendapat diskon 50%) dan PBB tahunan jika warisan berupa tanah/bangunan. Jika harta tersebut dijual, PPh Final dapat timbul namun berpotensi dibebaskan dengan pengajuan SKB.
Memahami aturan ini adalah kunci untuk mengurus harta warisan dengan tenang, menjaga kepatuhan pajak keluarga, dan menghindari masalah hukum di masa depan