
Biaya yang boleh dikurangkan atau Koreksi biaya fiskal sangat penting dipahami oleh pelaku usaha, terutama saat menyiapkan laporan keuangan untuk pelaporan Pajak Penghasilan (PPh). Mengapa? Karena tidak semua biaya yang dicatat dalam laporan laba rugi secara akuntansi dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut ketentuan perpajakan.
Oleh karena itu, memahami perbedaan biaya yang boleh dan tidak boleh dikurangkan menjadi langkah penting untuk menghindari koreksi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Jika masih bingung, bekerja sama dengan konsultan pajak bisa membantu memastikan laporan keuangan Anda sesuai aturan.
Apa Itu Koreksi Biaya Fiskal?
Koreksi biaya fiskal adalah penyesuaian antara laporan laba rugi komersial dan ketentuan fiskal yang berlaku. Perbedaan ini timbul karena laporan akuntansi dibuat berdasarkan standar akuntansi (SAK), sedangkan perhitungan pajak mengikuti Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Dasar hukum koreksi biaya fiskal diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait, misalnya PMK 167/PMK.03/2018 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Natura dan/atau Kenikmatan.
Dengan dasar hukum ini, pemerintah memastikan perhitungan pajak adil dan sesuai ketentuan.
Biaya yang Boleh Dikurangkan
Menurut Pasal 6 UU PPh, biaya yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto adalah biaya yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Artinya, biaya tersebut harus wajar, memiliki bukti pendukung, dan berkaitan dengan kegiatan usaha.
Contohnya meliputi:
Biaya Operasional Usaha – seperti gaji karyawan, sewa kantor, listrik, air, internet, telepon, dan biaya transportasi.
Biaya Penyusutan dan Amortisasi – atas aset tetap yang digunakan dalam usaha sesuai ketentuan Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh.
Biaya Bunga Pinjaman – selama pinjaman digunakan untuk kegiatan usaha.
Biaya Iklan, Promosi, dan Pemasaran – yang bertujuan meningkatkan penjualan.
Biaya Pelatihan dan Pendidikan Karyawan – untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja.
Dengan demikian, mencatat biaya-biaya tersebut secara benar dapat mengurangi penghasilan kena pajak sehingga beban PPh lebih efisien.
Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan
Di sisi lain, Pasal 9 UU PPh menegaskan bahwa ada beberapa biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto. Jika biaya ini tetap dibebankan dalam laporan komersial, maka harus dilakukan koreksi biaya fiskal positif pada SPT Tahunan.
Contohnya antara lain:
Biaya untuk Kepentingan Pribadi – seperti pengeluaran pemilik usaha yang tidak berkaitan dengan bisnis.
Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan – kecuali cadangan tertentu yang diatur khusus (misalnya cadangan piutang tak tertagih bank).
Pengeluaran untuk Natura dan/atau Kenikmatan – seperti fasilitas rumah, kendaraan, atau makan siang gratis, kecuali yang dikecualikan berdasarkan PMK 167/PMK.03/2018.
Sanksi dan Denda Administrasi – termasuk bunga keterlambatan pembayaran pajak.
Biaya yang Tidak Didukung Bukti – misalnya tidak ada faktur, kwitansi, atau dokumen pendukung yang sah.
Akibatnya, jika perusahaan tetap mengakui biaya ini sebagai pengurang, DJP berhak melakukan koreksi saat pemeriksaan.
Mengapa Penting Memahami Perbedaan Ini?
Kesalahan dalam mengklasifikasikan biaya dapat menimbulkan masalah serius. Sebagai contoh, jika terlalu banyak biaya yang tidak diakui secara fiskal dimasukkan sebagai pengurang, penghasilan kena pajak akan menjadi terlalu kecil. Akibatnya, saat dilakukan pemeriksaan pajak, perusahaan bisa menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang menambah beban pajak, ditambah sanksi administrasi.
Dengan kata lain, memahami perbedaan biaya ini membantu Anda:
Menghindari koreksi fiskal yang merugikan.
Mengoptimalkan perhitungan pajak secara legal.
Menjaga kredibilitas laporan keuangan di mata auditor dan DJP.
Peran Konsultan Pajak dalam Koreksi Biaya Fiskal
Banyak pelaku usaha merasa kewalahan memahami detail aturan pajak yang sering berubah. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi penting.
Konsultan pajak dapat membantu Anda:
Melakukan review laporan keuangan sebelum pelaporan SPT Tahunan.
Mengidentifikasi biaya yang tidak boleh dikurangkan, sehingga mencegah koreksi di kemudian hari.
Menyusun perencanaan pajak agar beban PPh lebih efisien sesuai ketentuan.
Mendampingi saat pemeriksaan pajak dan memberikan solusi jika ada sengketa.
Dengan demikian, Anda bisa fokus pada pengembangan bisnis, sementara urusan teknis koreksi biaya fiskal ditangani oleh profesional.
Baca juga : Tips & Trik Pengisian SPT Tahunan PPh Badan dan Orang Pribadi
Kesimpulan
Perbedaan biaya yang boleh dan tidak boleh dikurangkan adalah fondasi penting dalam perhitungan pajak. Oleh karena itu, pastikan setiap biaya memiliki bukti yang sah dan sesuai ketentuan perpajakan. Jika masih ragu, bekerjasamalah dengan konsultan pajak untuk membantu proses koreksi biaya fiskal secara tepat.
Dengan manajemen pajak yang baik, Anda tidak hanya terhindar dari sanksi, tetapi juga dapat mengoptimalkan arus kas perusahaan dan menjaga keberlanjutan bisnis jangka panjang.